Blogger Widgets Bil_qolamy: MAKALAH- HUKUM TAKLIFI DAN WADH’I Shiny Flashy Green Matrix
Rabu, 12 November 2014 - 0 komentar

MAKALAH- HUKUM TAKLIFI DAN WADH’I




       I.            PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
      Segala amal perbuatan manusia, perilaku dan tutur katanya tidak dapat lepas dari ketentuan hukum syari'at, baik hukum syari'at yang tercantum di dalam Quran dan Sunnah, maupun yang tidak tercantum pada keduanya, akan tetapi terdapat pada sumber lain yang diakui syari'at.Sebagaimana yang di katakan imam Ghazali, bahwa mengetahui hukum syara' merupakan buah (inti) dari ilmu Fiqh dan Ushul fiqh. Sasaran kedua di siplin ilmu ini memang mengetahui hukum syara' yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf. Meskipun dengan tinjauan yang berbeda. Ushul fiqh meninjau hukum syara' dari segi metodologi dan sumber-sumbernya, sementara ilmu fiqh meninjau dari segi hasil penggalian hukum syara', yakni ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik berupa igtidha (tuntutan perintah dan larangan), takhyir (pilihan), maupun berupa wadhi (sebab akibat), yang di maksud dengan ketetapan Allah ialah sifat yang telah di berikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan orang-orang mukallaf. Seperti hukum haram, makruh, wajib, sunnah, mubah, sah, batal, syarat, sebab, halangan (mani')dan ungkapan lain yang akan kami jelaskan pada makalah ini yang kesemuanya itu merupakan objek pembahasan ilmu Ushul fiqh.
     Maka, lewat makalah ini kami akan mencoba membahas tentang hukum syara' yang berhubungan dengan hukum taklifi dan hukum wadhi. Semoga makalah ini dapat membantu pembaca dalam proses pemahaman dalam mempelajari ilmu Ushul fiqh.
B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yag di maksud dengan hukum sya’i?
2.      Apa yang dimaksud dengan hukum taklifi?
3.      Apa yang dimaksud dengan hukum wad’i?
    II.            PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Syara’
Secara etimologis, hukum berarti mencegah, putusan.[1]
Adapun secara terminologis, hukum menurut Al-‘amidi dan ‘abdul Wahhab Khallaf adalah Tuntutan Allah Swt yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf baik berupa tuntutan, pilihan atau menjadikan sesuatu sebab, syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah atau azimah.[2]
Secara global, tujuan syara’ dalam menerapkan hukum-hukumnya adalah untuk kemaslahatan manusia seluruhnya, baik kemaslahatan di dunia yang fana’ ini, maupun kemaslahatan di hari yang (kekal) kelak. Ini berdasarkan antara lain:
Adapun firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 107:
Artinya:Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. [3]

B.     Pengertian Hukum Taklifi
Hukum taklifi adalah hukum syar’i yang mengandung tuntutan ( untuk dikerjakan atau ditinggalkan oleh para mukallaf  ) atau yang mengandung pilihan antara yang dikerjakan dan ditinggalkan[4]
Hukum taklifi terbagi menjadi lima bagian yaitu:

a)      Wajib
·         Pengertian wajib
الواجب هو الفعل المطلوب على وجه اللزوم بحيث يثاب فاعله ويعاقب تاركه
Artinya :”wajib adalah suatu perbuatan  yang di tuntut Allah SWT untuk di lakukan secara tuntutan pasti.yang di beri pahala bagi yamg melakukan dan di ancam dengan dosa bagi yang meningggalkan”
Misalnya dalam QS, 2 : 110 Allah swt berfirman:
Artinya : “dan dirikanlah sholat dan tunakanlah sholat”
·         Pembagian wajib
Bila dilihat dari sisi orang yang di bebani kewajiban hukum wajib di bagi menjadi dua
1.      Wajib ‘aini yaitu kewaiban yang di bebenkan kepada setiap orang yang sudah berakal (mukallaf) tanpa kecuali. Kewajiban ini tidak bisa gugur kecuali di lakukan sendiri, misalnya melakukan solat lima waktu.
2.      Wajib kifayah yaitu kewajiban yang di berikan kepada seluruh mukallaf , namun bilamana telah dilakukan oleh sebagian umat islam maka kewajiban itu sudah di anggap terpenuhi. Wajib kifayah terkadang berubah menjadi wajib ‘aini , bilamana di suatu negara tidak ada lagi orang yang mwmpu melaksanaakannya selain dirinya, contoh sholat jenazah
Bila dilihat dari sisi kandungan perintah, hukum wajib dibagi menjadi dua macam:
1.      Wajib muayyan yaitu suatu kewajiban di mana orang yang menjadi obyeknya adalah tertentu tanpa ada pilihan lain . seperti kewajiban sholat lima waktu , puasa romadlon dan zakat.
2.      Wajib mukhayyar adalah suatu kewajiban di mana yang menjadi obyeknya boleh di pilih antara beberapa alternative seperti kewajiban membayar kaffarat (denda melanggar) sumpah (QS , 5:89)
Bila dilihat dari sisi waktu pelaksanaannya hukum wajib di bagi menjadi dua macam
1.      Wajib mutlaq adalah suatu kewajiban yang pelaksanaannya tidak di batasi dengan waktu tertentu. seperti kewajiban membayar puasa romadlon yang tertinggal.
2.      Wajib muaqqat adalah suatu kewajiban yang pelaksanaannya di batasi waktu tertentu.
b)      Mandub
·         Pengertian mandub
Mandub secara lughowi adalah seruan untuk sesuatu yang penting. Secara istilah , sebagian ulama mendefinisikan mandub adalah:
ما يثاب على فاعله ولا يعاقب على تاركه
Artinya: “sesuatu yang di beri pahala orang yang melakukannya dan tidak di siksa orang yang meninggalkannya”
Selain kata mandub , juga digunakan lafadz lain yang artinya samadengan kata mandub, seperti sunnah, nafal, tathawu’, mustahab, dan mustahsan.

·         Pembagian  mandub
1.      Sunnah muakkadah adalah sunnah yang sangat di anjurkan, yaitu perbuatan yang biasa di lakukan oleh rasul dan jarang di tinggalkannya. Misalnya sholat sunnah sebelum fajar dsb.
2.      Sunnah ghairu muakkad adalah sunnah biasa, sesuatu yang di lakukan rasul, namun bukan menjadi kebiasaannya
3.      Sunnah al zawaid yaitu mengikuti kebiasaan rasul sehari hari sebagai manusia, seperti sopan santun, makan dan minum, dll
c)      Haram
·         Pengertian haram
Haram (الحرام) atau muharram (المحرم)  secara lughowi beraeti sesuatu yang lebih banyak kerusakannya atau larangan,
ما طلب الشارع الكف عن فعلهعلى وجه اللزم
Artinya:” sesuatu yang dianut syari’(pembuat hukum) untuk tidak melakukannya)
                        Dari segi bentuk dan sifatnya , haram di rumuskan dengan:
            ما يذم شرعا فاعله
                                    Artinya: “suatu perbuatan yang pelakunya dicela”  
· Pembagian haram
1.      Al muharram li dzatihi sesuatu yang di haramkan oleh syariat karna esensinya mengandung mudharat bagi kehidupan manusia, dan kemudharatan itu tidak bisa terpisah dari dzatnya misalnya : larangan zina(QS,17:32), memakan bangkai(QS, 5:38),  dan mencuri(QS. 5:38),
2.      Al muharram li ghairihi sesuatu yang di laramg bukan karna esensinya tapi karna ada pwrtimbangan eksternal yang akan membawa kepada sesuatu yang di laang secara esensial. Misalnya, larangan jua beli di waktu sholat jumat(QS, 62:9)
d)     Makruh
·         Pengertian makruh
Makruh (المكروه)secara lughowi berrarti yang di benci semakna dengan (القبه)yang buruk, secara istilah ada dua definisi. Dari segi esensinya makruh adalah
·         ما طلب الشارع تركه طالباغير جازم
Artinya: “sesuatu yang apabila ditinggalkan mendapat pujian dan apabila dikerjakan pelakunya mendapat celaan”
·         Pembagian makruh

Menurut hanafiyah makruh dibagi menjadi dua macam
1.      Makruh tahrim adalah sesuatu yang yang dilarang oleh syariat, tetapi dalil yang dilarangnya bersifat dzanni, seperti larangan memakai sutera dan perhiasan.
2.      Makruh tanzih adalah yang di anjurkan oleh syariat untuk menjalakannya . misalnya memakan daging kuda

e)      Mubah
·         Pengertian mubah
Mubah (المباح) secara lughowi berarti boleh smakna dengan الماذون (yang di izinkan), الاظهار (penjelasan), الحلال(halal), dan الجاءز (boleh)[5]
·         Pembagian mubah
Mubah dibagi menjadi tiga bagian
1.      Perbuatan yang di tetapkan secara tegas kebolehannya oleh syara’ dan manusia di beri kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukannya.
2.      Perbuatan yang tidak ada dalil syara’ menyatakan kebolehan memilih, tetapi ada perintah untuk melakukannya.
3.      Perbutan yang sama sekali tidak ada keteranagan dari syara’ tentang kebolehan atau ketidak bolehannya

C.    Pengertian Hukum Wadh’i
Hukum wadh’i sebagaimana telah di sebutkan dalam kitab  Al-wadhih fii Usulil Fiqih, yang di tulis oleh Muhammad Sulaiman Abdullah al-Assqar. Bahwasannya Allah SWT dalam kitabnya, dengan menjadikan sebuah perintah, menjadi tanda atas perintah yang lainnya.
Adapun menurut pendapat yang lainnya, dalam buku Ushul Fikih Bagi Pemula yang ditulis oleh; Abdul Mughits, M.Aghukum wadh’i adalah hukum yang berhubungan dengan dua hal, yakni antara dua sebab (sabab) dan yang disebabi (musabbab), antara syarat dan disyarati (masyrut), antara penghalang (mani’) dan yang menghalangi (mamnu), antara hukum yang sah dan hukum yang tidak sah.
Menurut Dr. Abdul Karim ibnu Ali An-namlah, dalam karyanya yang berjudul Al-Jaamiu Limasili Usulil Fiqh, bahwasannya hokum wadh’i adalah sebagaimana Allah berfirman yang berhubungan dengan menjadikan sesuatu sebab kepada sesuatu yang lainnya, syaratnya,  larangannya, kemudahannya,  hokum asal yang telah ditetapkan oleh Syari’ (Allah).
Hukum ini dinamakan hokum wadh’i karena dalam hokum tersebut terdapat dua hal yang saling berhubungan dan berkaitan. Seperti hubungan sebab akibat, syarat, dan lain-lain.Tapi pendapat lain mengatakan bahwa definisi hokum wadh’i adalah hukum yang menghendaki dan menjadikan sesuatu sebagai sebab (al-sabab), syarat (al-syarthu), pencegah (al-mani’), atau menganggapnya sebagai sesuatu yang sah (shahîh), rusak atau batal (fasid), ‘azimah atau rukhshah. Definisi ini adalah menurut Imam Amidi, Ghazali, danSyathibi.
Hukum wadh’I adalah titah Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab bagi adanya sesuatu yang lain, atau sebagai syarat bagi sesuatu yang lain atau juga sebagai penghalang bagi adanya sesuatu yang lain tersebut.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa hokum wadh’i adalah hukum yang yangberkaitan dengan dua hal, yaitu sebab dan yang disebabi. Seperti contonya: orang yang junub menyebabkan orang tersebut harus mandi, dan adanya orang yang memiliki harta yang sudah mencapai Nisab menyebabkan orang tersebut harus berzakat.
Adapun pembagian hokum wadh’i dalam buku UshulFiqih yang di karangoleh Prof. Muhammad Abu Zahrah, bahwasannya hokum wadh’i terbagi menjadi tiga macam yaitu; Sebab, Syarat, dan Mani’ Penghalang. Namun sebagian ulama memasukkan sah dan batal,azimah dan rukhshah.
a)      Sebab, adalah segala sesuatu yang di jadikan oleh syar’I sebagai alasan bagi ada dan tidak adanya hukum.
Ulama membagi sebab menjadi 2 bagian:
1.      Sebab yang di luar kemampuan orang mukalaf. Misalnya, keadaan terpaksa menjadi sebab bolehnya memakan bangkai.
2.      Sebab yang berada dalam kesanggupan mukalaf. Misalnya,perkawinan menjadi sebabnya hak warisan antara suami istri dan menjadi sebab haramnya mengawini mertua.
b)      Syarat, adalah segala sesuatu yang tergantung adanya hokum dengan adanya sesuatu tersebut, dan tidak adanya sesuatu itu mengakibatkan tidak ada pula hukum. Misalnya, wajib zakat barang dagangan apabila usaha perdagangan itu sudah berjalan satu tahun bila syarat berlakunya satu tahun itu belum terpenuhi, zakat itu belum wajib.
Ulama ushuliyyin membagi syarat menjadi beberapa bagian:
1.      Syarat hakiki (syar’i), yaitu segala pekerjaan  yang diperintahkan sebelum mengerjakan yang lain dan pekerjaan itu tidak diterima (sah) apabila pekerjaan yang pertama belumdi lakukan.
2.      Syarat ja’li, yaitu segala syarat yang di buat oleh orang-orang yang mengadakan transaksi dan dijadikan tempat bergantungnya serta terwujudnya transaksi tersebut.
a.       Mani’,adalah segala sesuatu yang dengan adanya dapat meniadakan hukum atau dapat membatalkan sebab hukum.
Mani’ terbagi menjadi 2 macam:
1.      Mani’ terhadap hukum. Misalnya, najis yang terdapat pada tubuh atau pakaian orang yang sedang shalat, dalam contoh ini tidak terdapat salah satu syarat sah shalat, yaitu suci dari najis. Oleh sebab itu ,tidak ada hukum sahnya shalat. Hal ini disebut mani’ hukum.
2.      Mani’  terhadap sebab hukum. Misalnya, seseorang yang memiliki harta senisab wajib mengeluarkan zakat. Namun, karena iya mempunyai utang yang jumlahnya sampai mengurangi nisab zakat ia tidak wajib membayar zakat. Hal ini disebut mani’ sebab[6]








 III.            KESIMPULAN

Hukum Islam dibagi menjadi dua macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi adalah hukum syar’i yang mengandung tuntutan (untuk dikerjakan atau ditinggalkan oleh para mukallaf) atau mengandung pilihan antara yang dikerjakan dan ditinggalkan. Hukum Taklifi ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu wajib,mandub, haram, makruh, mubah.
Hukum Wadh’i adalah titah Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab bagi adanya sesuatu yang lain, atau sebagai syarat bagi sesuatu yang lain atau juga sebagai penghalang (mani’) bagi adanya sesuatu yang lain tersebut. Hukum wadh’i dibagi menjadi tiga, yaitu sebab, syarat, mani’.

 IV.            PENUTUP

Demikian  makalah yang dapat kami paparkan tentang hukum syar’i, semoga bermanfa’at bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya. Dan tentunya makalah  ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan, guna memperbaiki makalah selanjutnya. Trimakasih












DAFTAR PUSTAKA

Ismail Muhammad Syah, Dkk,Filsafat Hokum Islam,Jakarta:1992, Bumi Aksara.
Koto Alaiddin .ILMU FIQH dan USHUL FIQH.Jakarta:2009,PT Raja Grafindo Persada.
Nasrun Haroen,Ushul Fiqh I.Jakarta:1997, Logos.
Rokhmad Abu, Mata Kuliah Ushul Fiqh, Semarang:2009, Fakultas Dakwah Iain Walisongo


[1] Nasrun Haroen,Ushul Fiqh I,(Jakarta:logos,1997),h.207

[2] Saifuddin al-Amidi, al-Ihkam…, jilid I, h.90 dan Abdul Wahhab Khallaf, Ushul…, h.100

[3] H.Ismail Muhammad Syah, dkk,filsafat hokum islam,(Jakarta:bumi aksara,1992),h.65

[4] Koto alaidin ilmu fiqih dan ushul fiqih (sebuah pengantar)jakarta:grasindo persada hal, 41
[5] Rokhmad abu ushul al-fiqh fakultas dakwah iain walisongo hal 34-43
[6] Koto alaidin ilmu fiqih dan ushul fiqih (sebuah pengantar)jakarta:grasindo persada hal, 49-52

0 komentar:

Posting Komentar